Adakah Amalan Khusus di Bulan Rojab ?
1. Kemungkinan Sekelompok Manusia mengamalkan Amalan Bulan Rajab
Jauhnya sebagian umat Islam dari ajaran agamanya mengakibatkan
mereka tak mampu membedakan antara ajaran agama atau bukan. Sesuatu yang
merupakan ajaran agama terkadang dipandang bukan ajaran agama. Sebaliknya,
sesuatu yang bukan ajaran agama justru dipandang sebagai ajaran agama.
Di sinilah peran ilmu syar'i sangat penting dan menentukan,
sehingga seseorang tak salah dalam mengklasifikasikan suatu persoalan, ushuliyah kah
(pokok/prinsip) atau tergolong masalah furu'iyah (cabang) yang
di dalamnya terbuka pintu ijtihad dan perbedaan pendapat.
Di sisi lain, ada beberapa persoalan yang secara jelas termasuk
yang diada-adakan dalam agama ini yang seharusnya ditinggalkan karena tidak
berdasarkan dalil yang jelas dan tegas, tetapi diamalkan oleh sebagian besar
umat Islam
Dalam hal ini ada dua
kemungkinan, yaitu:
1)
Pertama, bisa jadi mereka melakukan amalan tersebut
karena tidak tahu bahwa hal itu tidak ada contoh dan tuntunannya dari Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam, sehingga menganggapnya sebagai ajaran agama.
2)
Kedua, mengetahui bahwa hal itu sebagai perbuatan
yang tidak ada dasar dan dalilnya, tetapi dengan berbagai dalih dan pembenaran
yang dipaksakan, mereka melakukan perbuatan tersebut, sehingga semakin
memantapkan orang-orang awam bahwa hal itu merupakan ajaran agama yang harus
diamalkan.
Padahal, Allah Ta’ala tidak menerima amalan seseorang, kecuali
yang memang merupakan ajaran agama dan dicontohkan oleh Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam. Beliau bersabda,"Barangsiapa
melakukan suatu amalan tidak atas perintahku maka amalan itu tertolak." (HR.
Muslim).
2.
Ajaran
Yang Tidak Ada Perintah Dari Rasululllah shallallahu ‘alaihi wasallam, Tapi
Membudaya Dan Diamalkan Umat.
Di antara persoalan yang termasuk tidak ada contoh dan tuntunannya
dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tetapi kebanyakan umat Islam
melakukannya adalah memilih bulan Rajab untuk melakukan ibadah-ibadah
khusus, misalnya puasa sebulan penuh atau sebagiannya, dan meyakininya
memiliki keutamaan yang besar. Atau -dan ini turun temurun sejak nenek moyang-
menyelenggarakan peringatan Isra' Mi'raj pada malam 27
Rajab atau malam lain di bulan tersebut.
Biasanya, peringatan Isra' Mi'raj itu
diselenggarakan di dalam masjid. Masyarakat yang hadir dalam peringatan
tersebut dari berbagai kalangan . Dari orang-orang awam, ulama hingga para
pejabat.
Karena sangat semarak dan ramainya peringatan Isra' Mi'raj tersebut,
kadang-kadang umat Islam yang hadir lupa bahwa mereka sedang berada di rumah
Allah Ta’ala. Akhirnya tak terhindarkan lagi bercampurnya kebenaran dan
kebatilan dalam masjid tersebut, sehingga masjid itu berubah fungsinya menjadi
tempat keramaian dan bersenang-senang/ hiburan.
Masjid-masjid itu boleh dan sah diadakan berbagai pertemuan yang
diselenggarakan di dalamnya, jika berupa majlis ta'lim, mengaji kandungan
al-Qur'an al-Karim atau halaqah ilmu-ilmu agama, berdzikir kepada Allah ‘azza
wajalla, memusyawarahkan perkara-perkara yang bermanfaat bagi umat dan
lain-lain yang masih dalam kerangka beribadah kepada Allah subhanahu wata’ala.
Masjid bukan tempat peringatan dan pertemuan yang tujuannya sempit
dan terbatas, tanpa memperdulikan apakah hal tersebut diridhai Allah Ta’ala atau
dimurkaiNya.
Dan perlu kita ketahui, sesungguhnya acara-acara penyelenggaraan
peringatan Isra' Mi'raj tersebut tidaklah pernah diperintahkan
dan dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Biasanya orang-orang
datang dalam peringatan Isra' Mi'raj tersebut untuk mendengar
beberapa hal:
1)
Pertama: Pembacaan ayat-ayat suci al-Qur'an dari
seorang qari' terkenal dengan suara meliuk-liuk yang bisa diduga agar -wallahu
a'lam- mendapatkan simpati dan kekaguman dari para pendengarnya.
2)
Kedua: Mendengarkan ceramah agama, yang biasanya
oleh seorang yang dikenal pandai melucu di sela-sela ceramahnya. Atau oleh
orang yang pandai berkomunikasi dengan para pendengarnya. Adapun kriteria kadar
keilmuan dan kewara'an sang penceramah merupakan sesuatu yang hampir
terlupakan.
Acara-acara di atas menelan biaya cukup besar, bahkan ada yang
hingga puluhan juta rupiah. Dan, bila acara tersebut terselenggara dengan baik,
peringatan Isra' Mi'raj pun dianggap sukses.
Orang-orang awam menganggap bawah itulah agama, itulah ajaran
Islam. Dan mungkin sebagian mereka beranggapan, asal telah menyelenggarakan
berbagai acara tersebut, berarti mereka telah menunaikan kewajiban agama.
Tidak sedikit mereka yang percaya dengan upacara
peringatan-peringatan itu tidak menjaga shalatnya, berbalikan dengan semangat
mereka menyelenggarakan berbagai macam peringatan tersebut. Bahkan tak jarang
di antara mereka ada yang datang ke masjid hanya sekali dalam seminggu karena
harus melaksanakan shalat Jum'at.
Ini adalah keawaman umat Islam. Karena itu kewajiban para ulama
pewaris para Nabi menerangkan ajaran Islam kepada umatnya tanpa
menyimpangkannya atau menghiasai kebenaran dengan kebatilan, dengan maksud
untuk lebih menarik simpati dan mendapatkan banyak pengikut.
Perkara lain yang tidak ada contoh dan tuntunannya dari Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam di bulan Rajab adalah -ini biasanya dilakukan oleh
sebagian wanita muslimah-ziarah kubur pada hari Kamis, pekan pertama dari
bulan Rajab. Dalam ziarah tersebut mereka membawa berbagai makanan lezat,
buah-buahan segar dan minuman yang serba enak. Berbagai bawaan itu mereka
bagi-bagikan kepada orang-orang yang sedang berkerumun di kuburan. Dan,
sebagiannya membacakan al-Qur'an di beberapa sudut pekuburan. Perbuatan yang
mereka anggap baik itu, justeru menjerumuskan mereka pada lumpur dosa.
1)
Pertama: Mereka menyiapkan
dirinya mendapat laknat Allah Ta’ala, karena sesungguhnya Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam mendoakan buruk atas para wanita yang berziarah kubur,
sebagaimana dalam sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam,"Allah Ta’ala melaknat para wanita yang berziarah kubur, mereka
yang membangun masjid-masjid di atasnya, dan meneranginya dengan
lampu-lampu." (HR. Abu Daud dan lainnya, Ahmad Syakir berkata,
hadits hasan).
2)
Kedua: Membagi-bagikan sedekah di kuburan akan
membuat fitnah kepada manusia, sebab mereka akan berebut pergi ke lokasi-lokasi
kuburan tempat pembagian sedekah. Lalu apa pula landasan para wanita tersebut,
sehingga harus mengkhususkan membagi-bagikan sedekah di kuburan? Apakah sedekah
hanya diterima jika dibagi-bagikan di kuburan? Padahal Allah Ta’ala akan
menerima setiap sedekah, asalkan dikeluarkan dengan ikhlas, kapan dan di mana
pun sedekah itu dikeluarkan.
3)
Ketiga: Allah Ta’ala menurunkan Al-Qur'an sebagai
peringatan bagi orang-orang hidup. Benar bahwa di dalam Al-Qur'an terdapat
doa-doa yang berfaedah untuk pembacanya, yang merenungkan dan memahami isinya.
Tetapi bukan untuk orang-orang yang telah wafat. Apa manfaat pembacaan ayat
atau surat yang berisi tentang peringatan akan adzab Allah, kisah-kisah masa
lalu, ayat-ayat hukum dalam soal harta waris, thalak, nikah, jihad, amar ma'ruf
dan nahi munkar kepada orang yang telah meninggal dunia
Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam mendoakan orang yang telah meninggal dan memohonkannya ampun kepada
Allah Ta’ala. Tetapi beliau tidak membacakan al-Qur'an atas mayit tersebut.
Adapun puasa pada bulan
Rajab, dibolehkan selama merupakan kebiasaan orang yang melakukannya. Seperti
bagi yang terbiasa melakukan puasa Senin-Kamis, atau puasa tiga hari pada
tanggal 13, 14 dan 15 setiap bulan Hijriyah.
3.
Hadits-hadits
Palsu dan Tidak Shahih Seputar Bulan Rajab
Sekalipun bulan Rajab termasuk bulan-bulan harom, namun tidak ada
dalil yang shahih tentang ibadah khusus pada bulan ini. Berkata al-Hafidz Ibnu
Hajar: ‘adapun hadits-hadits yang ada tentang keutamaan Rojab, keutamaan puasa
Rojab, atau puasa yang ada di dalamnya ada dua macam, bisa jadi lemah atau
palsu. ‘ (Tabyinul ‘Ajab bima waroda fi
fadhli rojab hlm. 14).
Imam Ibnu Qoyyim al-Jauziyyah rohimahullahu
berkata: ‘semua hadits yang menyebutkan tentang puasa rojab dan sholat pada
beberapa malamnya adalah dusta dan dibuat-buat.’ (Al-Manarul Munif hlm. 96)
Sunnah yang shohih dalilnya pada bulan ini seperti juga
bulan-bulan yang lain adalah puasa pada tanggal 13, 14, dan 15 (Hijriyah), sebagaimana
telah diterangkan haditsnya.
Di antara hadits-hadits dha’if (lemah) dan maudhu' (palsu)
yang sering dijadikan pegangan untuk amalan-amalan tertentu pada bulan Rajab
adalah:
"Rajab adalah bulan
Allah, Sya'ban adalah bulanku dan Ramadhan adalah bulan umatku." Diriwayatkan secara mursal oleh Abu
al-Fatah bin Abi al-Fawaris, dalam“Amaliyah” (Hadits dha’if,
lihat: “Dha’if al-Jami’, hadits no. 3094, karya al-Albani).
"Sesungguhnya di
Surga terdapat sungai yang dinamakan sungai Rajab. Airnya lebih putih daripada
susu, (rasanya) lebih manis daripada madu. Barangsiapa puasa sehari dari bulan
Rajab, maka Allah akan memberinya minum dari sungai tersebut."Diriwayatkan oleh Syairazi dalam Alqab (hadits maudhu',
lihat: “Dha’if al-Jami’, hadits no. 1902, karya al-Albani).
"Barangsiapa puasa
tiga hari dalam bulan haram (yakni hari) Kamis, Jum'at dan Sabtu, maka Allah
menuliskan untuknya (pahala) ibadah (selama) dua tahun." (Hadits dha’if, lihat: “Dha’if al-Jami’, hadits
no. 5649, karya al-Albani).
"Keutamaan bulan
Rajab atas segenap bulan lain seperti keutamaan al-Qur'an atas segenap
perkataan (manusia)." Ibnu Hajar berkomentar, hadits ini maudhu'. (Lihat:
Kitab “Kasyfu al-Khafa’ 2/110, karya al-Ajaluni).
Mengkhususkan puasa pada bulan Rajab dan Sya'ban, sama sekali
tidak berdasarkan pada dalil. Diriwayatkan bahwa Umar radhiallahu ‘anhu memukul
orang yang berpuasa pada bulan Rajab. Selanjutnya beliau berkata, “Rajab
adalah bulan yang sangat diagung-agungkan oleh orang-orang Jahiliyah.”(Shahih.
Lihat: “al-Irwa’, hal. 957, karya al-Albani).
Ibnu Hajar berkata, “Tidak ada satupun hadits shahih tentang
keutamaan bulan rajab, serta mengkhususkan puasa pada hari tertentu di
dalamnya, juga tidak qiyamullail pada malam tertentu, yang bisa dijadikan dalil
dalam masalah tersebut (Lihat: “Tabyinu al-’Ajab, hal.21, karya Ibnu Hajar).
4.
Dalil
Palsu Mereka Seputar Bulan Rajab
Adapun hadits-hadits maudhu' yang mereka jadikan dalil amalan
mereka memang banyak. Untuk menjelaskan ketidak benaran dalil mereka,
asy-Syaukani dalam “al-Fawaid al-Majmu'ah Fi al-Ahadits al-Maudhu-'ah” menyebutkan
beberapa dalil mereka di antaranya:
1)
"Perbanyaklah
istighfar di bulan Rajab, karena sesungguhnya pada setiap saat daripadanya,
Allah Ta’ala memerdekakan beberapa orang dari (adzab) Neraka."(Hadits
maudhu').
2)
"Barangsiapa
berpuasa sehari di bulan Rajab dan melakukan qiyamullail pada suatu malam saja,
niscaya Allah Ta’ala akan mengutus padanya pengaman pada hari Kiamat." (Hadits
maudhu').
3)
"Barangsiapa
melakukan qiyamullail semalam dari bulan Rajab dan berpuasa sehari daripadanya,
niscaya Allah Ta’ala akan memberinya makan dari buah-buahan Surga." (Hadits
maudhu').
4)
"Rajab adalah bulan
Allah Ta’ala yang paling baik untuk berpuasa, karena Dia mengkhususkannya untuk
diriNya. Barangsiapa berpuasa sehari daripadanya karena iman dan mencari ridha
Allah subhanahu wata’ala, niscaya ia akan mendapatkan keridhaanNya." (Hadits
maudhu').
Dari berbagai uraian di muka, jelaslah bahwa pengkhususan bulan
Rajab untuk berbagai amalan dan ibadah tertentu bukanlah tuntunan dan ajaran
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Cukuplah kita beribadah dan melakukan
amalan sesuai dengan petunjuk dan tuntunan beliau.
0 komentar:
Posting Komentar