Kalangan Habaib Serukan Untuk Tidak Merayakan Maulid Nabi!!!
Jajaran
Ulama dari kalangan Habaib menyerukan Ahlul Bait Rasulullah untuk tidak
memperturuti hawa nafsu mereka. Karena Perayaan yang mereka sebut dengan
“Maulid Nabi” dengan dalih “Cinta Rasul”, dan berbagai acara yang menyelisih
syari’at, yang secara khusus dimeriahkan/ diperingati oleh sebagian anak
keturunan Nabi yang mulia ini jelas merupakan sebuah penyimpangan, dan tidak
sesuai dengan “Maqasidu asy-Syar’i al-Muthahhar” (tujuan-tujuan syariat yang
suci) untuk menjadikan ittiba’ (mengikuti) kepada Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam sebagai standar utama yang dijadikan rujukan oleh seluruh manusia
dalam segala sikap dan perbuatan (ibadah) mereka.
Dalam sebuah pernyataan yang dilansir
"Islam Today," para Habaib berkata, "Bahwa Kewajiban Ahlul Bait
(Keturunan Rasulullah) adalah hendaklah mereka menjadi orang yang paling mulia
dalam mengikuti Sunnah Beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam, mengikuti
petunjuknya, dan wajib atas mereka untuk merealisasikan cinta yang sebenarnya
(terhadap beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, red.), serta menjadi manusia
yang paling menjauhi hawa nafsu. Karena Syari’at Islam datang untuk menyelisihi
penyeru hawa nafsu, sedangkan cinta yang hakiki pasti akan menyeru “Ittiba’
yang benar”.
Mereka (Para Habaib) menambahkan,
"Di antara fenomena yang menyakitkan adalah terlibatnya sebagian anak-cucu
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang mulia (Ahlul Bait) dalam berbagai
macam penyimpangan syari’at, dan pengagungan terhadap syi’ar-syi’ar yang tidak
pernah dibawa oleh al-Habib al-Mushtafa Shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan di
antara syi’ar-syi’ar tersebut adalah bid’ah peringatan Maulid Nabi dengan dalih
cinta.
Para Habaib menekankan dalam
pernyataannya, bahwa yang membuat perayaan tersebut sangat jauh dari petunjuk
Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah karena hal itu dapat menyebabkan
pengkultusan terhadap beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam yang beliau sendiri
tidak membolehkannya, bahkan tidak ridho dengan hal itu. Dan lainnya adalah
bahwa peringatan tersebut dibangun di atas Hadits-hadits yang bathil dan
aqidah-aqidah yang rusak. Telah valid dari Rasulullahu shallallahu ‘alaihi
wasallam akan pengingkaran terhadap sikap-sikap yang berlebihin seperti ini,
dengan sabdanya,
لَا ُتطْرُونِي كَمَا َأطْرَتْ
النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ (رواه
البخاري)
“Janganlah kalian mengkultuskan aku
seperti pengkultusan orang-orang nasrani terhadap putra maryam.” (HR.
al-Bukhari)
Sedangkan seputar adanya preseden
untuk perayaan-perayaan seperti itu pada as-Salafu ash-Shalih, Para Habaib
tersebut mengatakan, "Bahwa perayaan Maulid Nabi merupakan ibadah/ amalan
yang tidak pernah dilakukan dan diperintahkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi
wasallam, dan tidak pernah pula dilakukan oleh seorangpun dari kalangan Ahlul
Bait yang mulia, seperti ‘Ali bin Abi Thalib, Hasan dan Husein, Ali Zainal
Abidin, Ja’far ash-Shadiq, serta tidak pernah pula diamalkan oleh para Sahabat
Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam –Radhiyallahu ‘anhum ‘ajma’in- begitu pula
tidak pernah diamalkan oleh seorang pun dari para tabi’in.
Para Habaib tersebut mengatakan kepada
Ahlul Bait, “Wahai Tuan-tuan yang terhormat! Wahai sebaik-baiknya keturunan di
muka bumi, sesungguhnya kemulian Asal usul (Nasab) merupakan kemulian yang
diikuti dengan taklif (pembebanan), yakni melaksanakan sunnah Rasululullah
shallallahu ‘alaihi wasallam, dan berusaha untuk menyempurnakan amanahnya
setelah sepeninggalnya dengan menjaga agama dan menyebarkan dakwah yang
dibawanya. Dan karena mengikuti apa yang tidak dibolehkan oleh syari’at tidak
mendatangkan kebenaran sedikitpun, bahkan merupakan amalan yang ditolak oleh
Allah ta'ala, sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam,
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا
لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ رَدٌّ (رواه البخاري ومسلم)
“Barangsiapa mengada-adakan sesuatu
yang baru di dalam urusan (agama) kami ini yang bukan termasuk di dalamnya,
maka ia tertolak.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Berikut
ini adalah teks pernyataannya:
Risalah
untuk Ahlul Bait (Anak-Cucu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam) tentang
Peringatan/ perayaan Maulid Nabi.
الحمد
لله رب العالمين، الهادي من شاء من عباده إلى صراطه المستقيم، والصلاة والسلام على
أزكى البشرية، المبعوث رحمة للعالمين، وعلى آله وصحبه أجمعين .. أما بعد:
Di
antara Prinsip-prinsip yang agung yang berpadu di atasnya hati-hati para ulama
dan kaum Mukminin adalah meyakini (mengimani) bahwa petunjuk Nabi Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah petunjuk yang paling sempurna, dan syariat
yang beliau bawa adalah syariat yang paling sempurna, Allah Ta’ala berfirman,
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ
وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلامَ دِينًا (المائدة:3)
“Pada hari ini telah Kusempurnakan
untuk kamu agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah
Ku-ridhai Islam itu jadi agamamu.” (QS. 5:3)
Dan
meyakini (mengimani) bahwa mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
merupakan keyakinan atau tanda kesempurnaan iman seorang Muslim, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ
أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ، وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِين (رواه البخاري ومسلم)
“Tidak sempurna iman salah seorang di
antara kamu sehingga aku lebih dia cintai dari ayahnya, anaknya, dan semua
manusia.” (HR. al-Bukhari & Muslim)
Beliau
adalah penutup para nabi, Imam orang-orang yang bertaqwa, Raja anak-cucu Adam,
Imam Para Nabi jika mereka dikumpulkan, dan Khatib mereka jika mereka diutus,
si empunya tempat yang mulia, telaga yang akan dikerumuni (oleh manusia), si
empunya bendera pujian, pemberi syafa’at manusia pada hari kiamat, dan orang
yang telah menjadikan umatnya menjadi umat terbaik yang dikeluarkan untuk
manusia,
Allah
Ta’ala berfirman,
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ
اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الآخِرَ
وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا [الأحزاب:21]
“Sesungguhnya telah ada pada (diri)
Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap
(rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut
Allah.” (QS. al-Ahzab: 21)
Dan
di antara kecintaan kepada beliau adalah mencintai keluarga beliau (Ahlul Bait/
Habaib), Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
أُذَكِّرُكُمُ اللهَ فِي أَهْلِ بَيْتِي
(رواه مسلم)
“Aku mengingatkan kalian kepada Allah
pada Ahlu Bait (keluarga)ku.” (HR. Muslim).
Maka
Kewajiban keluarga Rasulullah (Ahlul Bait/ Habaib) adalah hendaklah mereka
menjadi orang yang paling mulia dalam mengikuti Sunnah Beliau Shallallahu
‘alaihi wasallam, mengikuti petunjuknya, dan wajib atas mereka untuk
merealisasikan cinta yang sebenarnya (terhadap beliau shallallahu ‘alaihi
wasallam, red.), serta menjadi manusia yang paling menjauhi hawa nafsu. Karena
Syari’at datang untuk menyelisihi penyeru hawa nafsu,
Allah
Ta’ala berfirman,
فَلا وَرَبِّكَ لا يُؤْمِنُونَ حَتَّى
يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لا يَجِدُوا فِي أَنفُسِهِمْ حَرَجًا
مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا [النساء:65]
“Maka demi Rabbmu, mereka (pada
hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara
yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati
mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan
sepenuhnya.” (An-Nisa’: 65)
Sedangkan
cinta yang hakiki pastilah akan menyeru “Ittiba’ yang benar”.
Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ
فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللهُ.. [آل عمران:31]
“Katakanlah:"Jika kamu
(benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan
mengampuni dosa-dosamu". Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.” (Ali ‘Imran: 31)
Tidak
cukup hanya sekedar berafiliasi kepada beliau secara nasab, tetapi keluarga
beliau (Ahlul bait) haruslah sesuai dengan al-haq (kebenaran yang beliau bawa)
dalam segala hal, dan tidak menyalahi atau menyelisinya.
Dan
di antara fenomena menyakitkan adalah orang yang diterangi oleh Allah ta’ala
pandangannya dengan cahaya ilmu, dan mengisi hatinya dengan cinta dan kasih
sayang kepada keluarga NabiNya (ahlul bait), khususya jika dia termasuk
keluarga beliau pula dari keturunan beliau yang mulia adalah terlibatnya
sebagian anak-cucu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang mulia (Ahlul
Bait/ Habaib) dalam berbagai macam penyimpangan syari’at, dan pengagungan
terhadap syi’ar-syi’ar yang tidak pernah dibawa oleh al-Habib
al-Mushtafa Shallallahu ‘alaihi wasallam.
Dan
di antara syi’ar-syi’ar yang diagungkan yang tidak berdasarkan petunjuk moyang
kami Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam tersebut adalah bid’ah peringatan Mahulid
Nabi dengan dalih cinta. Dan ini jelas merupakan sebuah penyimpangan terhadap
prinsip yang agung, dan tidak sesuai dengan “Maqasidu asy-Syar’i
al-Muthahhar”(tujuan-tujuan syariat yang suci) untuk menjadikan ittiba’ (mengikuti)
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai standar utama yang dijadikan rujukan
oleh seluruh manusia dalam segala sikap dan perbuatan (ibadah) mereka.
Karena
kecintaan kepada beliau shallallahu ‘alaihi wasallam mengharuskan ittiba’(mengikuti)
beliau Shallalllahu ‘alaihi wasallam secara lahir dan batin. Dan tidak ada
pertentangan antara mencintai beliau dengan mengikuti beliau shallallahu
‘alaihi wasallam, bahkan mengikuti (ittiba) kepada beliau merupakan inti/
puncak kecintaan kepadanya. Dan orang yang mengikuti beliau secara benar (Ahlul
ittiba’) adalah komitmen dengan sunnahnya, mengikuti petunjuknya, membaca sirah
(perjalanan hidup)nya, mengharumi majlis-majlis mereka dengan pujian-pujian
terhadapnya tanpa membatasi hari, berlebihan dalam menyifatinya serta
menentukan tata cara yang tidak berdasar dalam syariat Islam.
Dan
di antara yang membuat perayaan tersebut sangat jauh dari petunjuk Nabi adalah
karena dapat menyebabkan pengkultusan terhadap beliau Shallallahu ‘alaihi
wasallam yang beliau sendiri tidak membolehkannya, bahkan beliau tidak ridho
dengan hal itu. Dan hal lainnya adalah bahwa peringatan tersebut dibangun di
atas Hadits-hadits yang bathil dan aqidah-aqidah yang rusak. Telah valid dari
Rasulullahu shallallahu ‘alaihi wasallam pengingkaran terhadap sikap-sikap yang
berlebihin seperti ini, dengan sabdanya,
لَا ُتطْرُونِي كَمَا َأطْرَتْ
النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ (رواه
البخاري)
“Janganlah kalian mengkultuskan aku
seperti pengkultusan orang-orang nasrani terhadap putra maryam.” (HR.
al-Bukhari)
Maka
bagaimana dengan faktanya, sebagian majlis dan puji-pujian dipenuhi dengan
lafazh-lafazh bid’ah, dan istighatsah-istighatsah syirik.
Dan
perayaan Maulid Nabi merupakan ibadah/ amalan yang tidak pernah dilakukan dan
diperintahkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, dan tidak pernah pula
dilakukan oleh seorangpun dari kalangan Ahlul Bait yang mulia, seperti ‘Ali bin
Abi Thalib, Hasan dan Husein, Ali Zainal Abidin, Ja’far ash-Shadiq, serta tidak
pernah pula diamalkan oleh para Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam
–Radhiyallahu ‘anhum ‘ajma’in- begitu pula tidak pernah diamalkan oleh seorang
pun dari para tabi’in, dan tidak pula Imam Madzhab yang empat, serta tidak
seorangpun dari kaum muslimin pada periode-periode pertama yang
diutamakan.
Jika
ini tidak dikatakan bid'ah, lalu apa bid'ah itu sebenarnya? Dan Bagaimana pula
apabila mereka bersenandung dengan memainkan rebana?, dan terkadang dilakukan
di dalam masjid-masjid? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda dalam
hal ini secara gamblang dan tanpa pengecualian di dalamnya,
كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ (رواه
مسلم)
“Semua bid’ah itu sesat.” (HR.
Muslim).
“Wahai
tuan-tuan yang terhormat! Wahai sebaik-baiknya keturunan di muka bumi,
sesungguhnya kemuliaan Asal usul/ nasab merupakan kemulian yang diikuti dengan
taklif (pembebanan), yakni melaksanakan sunnah Rasululullah shallallahu ‘alaihi
wasallam, dan berusaha untuk menyempurnakan amanahnya setelah sepeninggalnya,
dengan menjaga agama, menyebarkan dakwah yang dibawanya. Dan karena mengikuti
apa yang tidak dibolehkan oleh syari’at tidak mendatangkangkan kebenaran
sedikitpun, dan merupakan amalan yang ditolak oleh Allah ta'ala, sebagaimana
yang disabdakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا
لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ رَدٌّ (رواه البخاري ومسلم)
“Barangsiapa mengada-adakan sesuatu
yang baru di dalam urusan (agama) kami ini yang bukan termasuk di dalamnya,
maka ia tertolak.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Demi
Allah, demi Allah, wahai para habaib (Ahlu bait Nabi)! Jangan kalian
diperdayakan oleh kesalahan orang yang melakukan kesalahan, dan kesesatan orang
yang sesat, dan menjadi pemimpin- pemimpin yang tidak mengajarkan petunjuk
beliau! Demi Allah, tidak seorangpun di muka bumi ini lebih kami cintai
petunjuknya dari kalian, semata-mata karena kedekatan kalian dengan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam.
Ini
merupakan seruan dari hati-hati yang mencintai dan menginginkan kebaikan bagi
kalian, dan menyeru kalian untuk selalu mengikuti sunnah lelulur kalian dengan
meninggalkan bid’ah dan seluruh yang tidak diketahui oleh seseorang dengan
yakin bahwa itu merupakan sunnah dan agama yang dibawanya, maka bersegeralah,
Beliau bersabda,
مَنْ بَطَّأَ بِهِ عَمَلُهُ لَمْ
يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ (رواه مسلم)
“Barang siapa yang lambat dalam
amalnya, niscaya nasabnya tidak mempercepat amalnya tersebut.” (HR.
Muslim).
والحمد
لله رب العالمين،،
YANG
MENANDATANGANI RISALAH DI ATAS ADALAH:
1. Habib Syaikh Abu Bakar bin Haddar al-Haddar (Ketua Yayasan Sosial “Adhdhamir al-Khairiyah” di Traim)
2. Habib Syaikh Aiman bin Salim al-Aththos (Guru Ilmu Syari’ah di SMP dan Khatib di Abu ‘Uraisy)
3. Habib Syaikh Hasan bin Ali al-Bar (Dosen Kebudayaan Islam Fakultas Teknologi di Damam dan Imam serta khatib di Zhahran.
4. Habib Syaikh Husain bin Alawi al-Habsyi (Bendahara Umum “Muntada al-Ghail ats-Tsaqafi al-Ijtima’i di Ghail Bawazir)
5. Habib Syaikh Shalih bin Bukhait Maula ad-Duwailah (Pembimbing al-Maktab at-Ta’awuni Li ad-Da’wah wal Irsyad wa Taujih al-Jaliyat, dan Imam serta Khatib di Kharj).
6. Habib Syaikh Abdullah bin Faishal al-Ahdal (Ketua Yayasan ar-Rahmah al-Khairiyah, dan Imam serta Khatib Jami’ ar-Rahmah di Syahr).
7. Habib Syaikh DR. ‘Ishom bin Hasyim al-Jufri (Act. Profesor Fakultas Syari’ah Jurusan Ekonomi Islam di Universitas Ummu al-Qurra’, Imam dan Khotib di Mekkah).
8. Habib Syaikh ‘Alawi bin Abdul Qadir as-Segaf (Pembina Umum Mauqi’ ad-Durar as-Saniyah)
9. Habib Syaikh Muhammad bin Abdullah al-Maqdi (Pembina Umum Mauqi’ ash-Shufiyah, Imam dan Khotib di Damam).
10. Habib Syaikh Muhammad bin Muhsi al-Baiti (Ketua Yayasan al-Fajri al-Khoiriyah, Imam dan Khotib Jami’ ar-Rahman di al-Mukala
11. Habib Syaikh Muhammad Sami bin Abdullah Syihab (Dosen di LIPIA Jakarta)
12. Habib Syaikh DR. Hasyim bin ‘Ali al-Ahdal (Prof di Universitas Ummul Qurra’ di Mekkah al-Mukarramah Pondok Ta’limu al-Lughah al-‘Arabiyah Li Ghairi an-Nathiqin Biha)
1. Habib Syaikh Abu Bakar bin Haddar al-Haddar (Ketua Yayasan Sosial “Adhdhamir al-Khairiyah” di Traim)
2. Habib Syaikh Aiman bin Salim al-Aththos (Guru Ilmu Syari’ah di SMP dan Khatib di Abu ‘Uraisy)
3. Habib Syaikh Hasan bin Ali al-Bar (Dosen Kebudayaan Islam Fakultas Teknologi di Damam dan Imam serta khatib di Zhahran.
4. Habib Syaikh Husain bin Alawi al-Habsyi (Bendahara Umum “Muntada al-Ghail ats-Tsaqafi al-Ijtima’i di Ghail Bawazir)
5. Habib Syaikh Shalih bin Bukhait Maula ad-Duwailah (Pembimbing al-Maktab at-Ta’awuni Li ad-Da’wah wal Irsyad wa Taujih al-Jaliyat, dan Imam serta Khatib di Kharj).
6. Habib Syaikh Abdullah bin Faishal al-Ahdal (Ketua Yayasan ar-Rahmah al-Khairiyah, dan Imam serta Khatib Jami’ ar-Rahmah di Syahr).
7. Habib Syaikh DR. ‘Ishom bin Hasyim al-Jufri (Act. Profesor Fakultas Syari’ah Jurusan Ekonomi Islam di Universitas Ummu al-Qurra’, Imam dan Khotib di Mekkah).
8. Habib Syaikh ‘Alawi bin Abdul Qadir as-Segaf (Pembina Umum Mauqi’ ad-Durar as-Saniyah)
9. Habib Syaikh Muhammad bin Abdullah al-Maqdi (Pembina Umum Mauqi’ ash-Shufiyah, Imam dan Khotib di Damam).
10. Habib Syaikh Muhammad bin Muhsi al-Baiti (Ketua Yayasan al-Fajri al-Khoiriyah, Imam dan Khotib Jami’ ar-Rahman di al-Mukala
11. Habib Syaikh Muhammad Sami bin Abdullah Syihab (Dosen di LIPIA Jakarta)
12. Habib Syaikh DR. Hasyim bin ‘Ali al-Ahdal (Prof di Universitas Ummul Qurra’ di Mekkah al-Mukarramah Pondok Ta’limu al-Lughah al-‘Arabiyah Li Ghairi an-Nathiqin Biha)
0 komentar:
Posting Komentar